Tuesday 15 November 2016

Kisah Nabi Ibrahim

Kisah generasi masa yang lampau sangat unik untuk terus kita ikuti alur ceritanya dalam Alquran. Walau Allah tidak menceritakan sedetilnya tentang hal mereka, melainkan dengan menyinggungnya pada ayat-ayat Alquran yang tiada tertandingi, tetapi seluas lautan makna yang diberikan. Kita harus menyakini bahwa ada hal terbaik yang dapat kita ambil manfaatnya untuk terus mengkristalkan iman di dalam dada menjadi sebongkah permata.

Belumkah datang kepada mereka berita penting tentang orang-orang yang sebelum mereka, (yaitu) kaum Nuh, ‘Aad, Tsamud, kaum Ibrahim, penduduk Madyan, dan (penduduk) negeri-negeri yang telah musnah?. Telah datang kepada mereka rasul-rasul dengan membawa keterangan yang nyata; maka Allah tidaklah sekali-kali menganiaya mereka, akan tetapi mereka lah yang menganiaya diri mereka sendiri. (QS. At-Taubah: 70)
Top of Form

Ibrahim bukanlah seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani akan tetapi dia adalah seorang yang lurus lagi menyerahkan diri (kepada Allah) dan sekali-kali bukanlah dia dari golongan orang yang musyrik.

Sesungguhnya orang yang paling dekat kepada Ibrahim adalah orang-orang yang mengikutinya dan Nabi ini (Muhammad) serta orang-orang yan beriman (kepada Muhammad), dan Allah adalah pelindung semua orang-orang yang beriman. (QS Ali Imran 67-68).

Nabi Ibrahim (Abraham) sering disebutkan di dalam Al Qur’an dan mendapatkan tempat yang istimewa di sisi Allah sebagai contoh bagi manusia. Dia menyampaikan kebenaran dari Allah kepada umatnya yang menyembah berhala, dan dia mengingatkan mereka agar takut kepada Allah. Umat nabi Ibrahim tidak mematuhi perintah itu, bahkan sebaliknya mereka menentangnya. Ketika penindasan yang semakin meningkat dari kaumnya, nabi Ibrahim pindah ke mana saja bersama istrinya, bersama dengan nabi Luth dan mungkin dengan bebeapa orang lain yang menyertai mereka.
    Nabi Ibrahim adalah keturunan dari nabi Nuh. Al qur’an juga mengemukakan bahwa dia juga mengikuti jalan hidup (diin) yang diikuti Nabi Nuh.

“Kesejahteraan dilimpahkan atas Nuh di seluruh alam”. Sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya dia termasuk di antara hamba-hamba Kami yang beriman. Kemudian Kami tengelamkan orang-orang yang lain. Dan sesungguhnya Ibrahim benar-benar termasuk golongannya (Nuh). (QS Ash- Shafaat: 79-83).
         
        Pada masa Nabi Ibrahim, banyak orang yang menghuni dataran Mesopotamia dan di bagian Tengah dan Timur dari Anatolia tinggal orang-orang yang menyembah surga-surga dan bintang-bintang. Tuhan yang mereka anggap paling penting adalah “Sin” yaitu Dewa Rembulan. 
Tuhan mereka ini dipersonifikasikan sebagai seorng manusia yang berjenggot panjang, memakai pakaian panjang membawa rembulan berbetuk bulan sabit diatasnya. Lagian, orang –orang tersebut membuat hiasan gambar-gambar timbul dan pahatan-pahatan (patung) dari tuhan mereka itu dan itulah yang mereka sembah. 

Hal ini merupakan system kepercayaan yang tersebar luas ketika itu, yang mendapatkan tempat persemaiannya di Timur Dekat (Near East), dimana keberadaannya terpelihara dalam jangka waktu yang lama. Orang-orang yang tinggal di wilayah tersebut terus saja menyembah tuhan-tuhan tersebut hingga sekitar tahun 600 M. 
Sebagai akibat dari kepercayaan itu, banyak bangunan yang dikenal dengan nama “ziggurat” yang dulu dipakai sebagai observatorium (tempat penelitian bintang-bintang) sekaligus sebagai kuil tempat peribadatan yang dibangun di daerah yang membentang sejak dari Mesopotamia hingga ke kedalaman Anatolia, disinilah beberapa tuhan, terutama dewa(i) Rembulan yang bernama “Sin” disembah oleh orang-orang ini.[i]

 Dalam Al Qur’an, perjalanan hidup Ibrahim digambarkan sebagai berikut :

Dan (ingatlah) di waktu Ibrahim berkata kepada bapaknya Aazar: “Pantaskah kamu menjadikan berhala-berhala sebagai tuhan-tuhan?. Sesungguhnya aku melihat kamu dan kaummu dalam kesesatan yang nyata. Dan demikianlah Kami perlihatkan kepada Ibrahim tanda-tanda keagungan (Kami yang terdapat) di langit dan di bumi, dan (Kami memperlihatkannya) agar dia termasuk orang-orang yang yakin. 
Ketika malam telah menjadi gelap, dia melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata: “Inilah Tuhanku”. Tetapi tatkala bintang itu tenggelam dia berkata : “Saya tidak suka kepada yang tenggelam”. Kemudian tatkala dia melihat bulan terbit dia berkata : “Inilah Tuhanku”. Tetapi setelah bulan itu terbenam dia berkata : “Sesungguhnya jika Tuhnaku tidak memberikan petunjuk kepadaku pastilah aku termasuk orang-orang yang sesat”. Kemudian tatkala dia melihat matahari terbit, dia berkata: “Inilah tuhanku, ini lebih besar”, maka tatkala matahari itu telah terbenam, dia berkata : “Hai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan. Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Tuhan yang menciptakan langit dan b umi dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.(QS. Al-An’an: 74-79)


Baca juga: Kaum Luth, kaum yang dijungkirbalikkan


[i] Everett C. Blake, Anna G. Edmonds, Biblical Sites in Turkey, Istanbul: Redhouse Press, 1977,.p.13
Share:

0 komentar:

Post a Comment

Total Pageviews

Popular Posts

Powered by Blogger.

Apakah blog ini bermanfaat?

Translate

Copyright © Ummi Waffa Dan Tulisan | Powered by Blogger

Design by ThemePacific | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com