Sunday 13 November 2016

Wudhu'? Sepenting itukah!



Tari meronta-ronta tak jelas. Kakinya di tendang tak berarah, kadang kedepan, kadang di tarik ke atas, kadang juga kesamping, bibirnya pun bergumam tak jelas, melihat kondisinya seperti itu perempuan berkerudung di sampingnya meluncurkan istighfar berulangkali.

Pundak Tari semakin kuat di cengkeraman. Ada rasa sayang mendalam terhadap putrinya yang satu ini. Ini sudah kedua kalinya.

"Tari, bangun nak, istighfar nak." Panggilnya cemas. Kalimat tauhid berkali diulang di sela istighfarnya. Malam larut begini harus kemana dia mencari pertolongan. Suaminya masih dinas di luar kota, dan para tetangga pasti sudah terlelap dalam mimpi mereka masing-masing. Perempuan itu pun mendesah panjang, membatin sendiri, andai suaminya ada, pasti hal seperti ini mudah baginya. Dengan segera berwudhu' dan mengumandangkan adzan di sisi Tari, maka Tari akan segera kembali tersadar.

"Nak, bangun nak." Panggilnya kembali. Hatinya tak lepas dari memanjatkan do'a kepada Allah, agar memberikan kemudahan atas apa yang kini sedang terjadi. Akhirnya Tari tampak diam sejenak. Walau matanya masih terpejam, kelopak itu bergerak-gerak seperti hendak di buka, tapi Tari tak kuasa. Ibunya tahu itu.

"Oh, ya Allah, kenapa aku jadi lupa?" Bisiknya pelan. Tubuh Tari di lepas dari genggamannya, dan iapun melangkah menuju pintu di sudut kamar itu. Sesaat gemericik air mengisi relung suara kosong di malam dingin, dan perempuan itu kembali keluar dengan wajah yang basah. Tangan kanannya kembali mengusap muka putih yang sedikit menyunggingkan senyum. "Alhamdulillah." Bisiknya lirih. Syukurlah Allah mengingatkan untuk segera berwudhu'.

Tari tampak diam di pembaringannya. Perempuan itu kembali mendekat. Batinnya mengagungkan asma Allah, di saat seperti ini dia diingatkan untuk segera berwudhu' dan membacakan Alfatihah, dilanjutkan dengan Alikhlas, Alfalaq, dan di sudahi dengan Annas. Rabbi 'a'udzubika min khamajatissyayatin, ya Allah aku berlindung kepadaMu dari tipu daya syaitan, perempuan itu kemudian meniup seluruh sisi tubuh Tari di lanjutkan pada ubun-ubun putri bungsunya yang seketika menggeliat dan kembali terdiam.

Tari mencoba membuka matanya, badannya terasa berat sekali untuk di miringkan. Hanya denting jam yang di dengar.

"Allah." Bisiknya. "Ibu, ibu dengar Tari panggil?" Tanyanya heran.

"Seperti ada yang menimpa badan Tari barusan Bu, Tari udah teriak tapi rasanya suara Tari tidak keluar." Keluh Tari.

Perempuan di depannya hanya tersenyum. "Tari lupa berwudhu' sebelum tidur ya?" Tanya Ibunya, tangannya menutup buku yang terbuka di samping bantal bermotif daun yang digunakan anaknya.

"Kekalkanlah wudhu' nak, niscaya Allah akan membuat 70 dinding pemisah antara syaitan dan dirimu." Senyum perempuan itu kembali mengembang.

"Iya bu, Tari ketiduran." Hanya itu yang meluncur dari bibir Tari. Sekilas terbayang kengerian yang baru saja di alami. Pikirannya berkelebat menghitung jumlah, ini yang kedua, batinnya. Kejadian ini mulai mengusik diri Tari sebulan ini, manakala permintaan dari Ibu dan Ayahnya untuk mengekalkan wudhu' dipenuhi, ternyata hal itu tidak di senangi oleh syaitan yang senantiasa mengiringi tubuhnya. Jangankan untuk mengambil peran di pikiran gadis itu, untuk mendekati saja susah, apalagi untuk masuk ke aliran darahnya. Hal mustahil bagi syaitan tersebut.

"Ayo, sekarang wudhu' sana! Ingat nak, dengan kekal wudhu', di padang mahsyar nanti Nabi Muhammad akan mudah sekali mengenali kita sebagai umatnya, seperti kuda putih dalam kawanan kuda hitam di padang rumput, bukankah kita sangat mudah untuk mengenalinya, kata beliau." Ibu mengusap kepala Tari sebelum bangkit dan beranjak pergi. Ada rasa yang mengalir jernih Tari rasakan. "Sekalian shalat malamnya ya sayang."

Tari mengangguk pelan. Ada senyum di ujung bibir mungil yang tersungging.####
Share:

0 komentar:

Post a Comment

Total Pageviews

Popular Posts

Powered by Blogger.

Apakah blog ini bermanfaat?

Translate

Copyright © Ummi Waffa Dan Tulisan | Powered by Blogger

Design by ThemePacific | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com